RADARKHATULISTIWA- Tragedi mengguncang Rutan Kelas IIB Sambas setelah seorang warga binaan ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan pada Minggu sore, 27 April 2025. Peristiwa ini menambah catatan kelam dalam sistem pemasyarakatan, sekaligus menggugah keprihatinan terhadap kondisi psikologis para tahanan.
Warga binaan yang diketahui berinisial W, berusia 44 tahun, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di dalam toilet masjid kompleks rutan. Menurut keterangan resmi dari Kepolisian Resor Sambas, insiden itu terjadi setelah kegiatan rutin sore hari. Sekitar pukul 14.00 WIB, seluruh warga binaan diberikan kesempatan keluar dari sel untuk melakukan aktivitas olahraga sekaligus menjalankan ibadah salat Ashar.
Namun, pada saat pemeriksaan dan pengembalian warga binaan ke dalam sel sekitar pukul 16.30 WIB, petugas mendapati bahwa W tidak berada di tempat. Pencarian segera dilakukan oleh petugas dibantu beberapa warga binaan lainnya. Pencarian tersebut membawa mereka ke toilet masjid rutan, tempat di mana W akhirnya ditemukan dalam keadaan tergantung tak bernyawa dengan potongan kain sarung yang digunakan sebagai alat bunuh diri.
“Korban ditemukan tergantung di dalam WC masjid dengan menggunakan potongan kain sarung yang diikatkan pada bagian atas ruangan,” ujar AKP Rahmad Kartono, Kasat Reskrim Polres Sambas, kepada awak media pada Senin, 28 April 2025.
Jenazah segera diturunkan dan dibawa ke klinik rutan untuk pemeriksaan awal. Kepolisian yang tiba di lokasi melalui Unit Identifikasi Satreskrim Polres Sambas, bersama unsur lainnya seperti Kanit SPKT, anggota Patko Sat Samapta, serta petugas dari Polsek Sambas, langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Dari hasil pemeriksaan di lokasi, polisi mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan insiden tersebut, termasuk satu ember cat berwarna putih ukuran 20 kg dalam posisi terbalik, kantong plastik hitam, serta beberapa potongan kain yang diyakini sebagai alat yang digunakan korban untuk gantung diri. Selain itu, pakaian yang dikenakan korban saat kejadian — berupa kaus hitam, celana pendek putih, dan celana dalam — juga diamankan sebagai barang bukti.
Jenazah W kemudian dibawa ke RSUD Sambas untuk dilakukan visum et repertum. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya bekas jeratan pada bagian depan leher korban. Namun tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik lainnya, sehingga menguatkan dugaan bahwa korban memang meninggal akibat bunuh diri.
Polisi menyatakan bahwa pihak keluarga korban menolak untuk dilakukan autopsi lebih lanjut dan memilih menerima hasil visum yang telah dilakukan. Dari hasil pendalaman terhadap keterangan sejumlah warga binaan lainnya, diketahui bahwa korban dalam beberapa waktu terakhir mengalami tekanan psikologis yang berat. Ia disebut merasa sangat terpukul dengan proses hukum yang tengah dihadapinya serta merasa kehilangan semangat hidup setelah dicerai oleh istrinya yang kemudian pulang ke kampung halamannya di Pulau Jawa.
“Faktor-faktor tersebut sangat mungkin mendorong korban untuk melakukan tindakan nekat tersebut. Dari sisi psikologis, korban terlihat menyimpan tekanan emosional mendalam,” jelas Rahmad.
Kasus ini memunculkan kembali urgensi perhatian terhadap kesehatan mental para narapidana yang kerap terabaikan. Tragedi semacam ini menggarisbawahi pentingnya penyediaan layanan konseling dan pendampingan psikologis di dalam lembaga pemasyarakatan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Selain itu, evaluasi terhadap pengawasan dan prosedur keamanan di lingkungan rutan juga menjadi hal yang tak bisa dikesampingkan. (*)
