Karhutla Ancam Ketahanan Pangan, Menteri LH Minta Aksi Serius di Kalimantan

Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup

RADARKHATULISTIWA- Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa kesiapsiagaan menghadapi kebakaran lahan harus menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari pemerintah, pelaku usaha hingga masyarakat.

Hal ini disampaikannya saat agenda konsolidasi kesiapsiagaan kebakaran lahan yang digelar di Pontianak bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan pemangku kepentingan se-Kalimantan Barat.

“Penanganan tidak bisa reaktif. Pencegahan dan pemulihan harus dimulai sebelum kemarau datang. Pemerintah daerah dan perusahaan wajib bersatu menjaga lingkungan,” tegas Hanif.

Kalimantan Barat disebut sebagai salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan kebakaran lahan tertinggi. Data per 16 Mei 2025 mencatat 198 titik panas, turun 62 persen dibandingkan tahun lalu. Namun potensi kebakaran tetap tinggi, terutama di lahan gambut dan area terbuka yang belum dikelola optimal.

KLH/BPLH mencatat dari 2015 hingga 2024, sebanyak 79 areal Hak Guna Usaha (HGU) pernah terbakar, dengan total luas mencapai lebih dari 42.000 hektare. Banyak di antaranya mengalami kebakaran berulang, menunjukkan lemahnya upaya pencegahan oleh pihak perusahaan.

“Perusahaan harus punya sistem tanggap darurat yang lengkap: regu pemadam, alat, komunikasi, hingga peta kerawanan dan SOP mitigasi. Ini bukan sekadar kewajiban, tapi tanggung jawab moral,” jelasnya.

Gapki yang mewadahi 78 perusahaan aktif di Kalimantan Barat juga diminta berperan lebih strategis dalam menyediakan sarana pemadaman, edukasi internal, hingga kepatuhan terhadap SOP. Patroli gabungan, simulasi pemadaman, serta laporan kesiapan juga ditekankan.

BMKG memprediksi musim kemarau akan dimulai pada Juni, dengan Kalimantan Barat masuk dalam zona siaga dini. Menteri Hanif menekankan pentingnya sistem deteksi dan pelaporan cepat, serta kesiapan logistik seperti air dan alat pemadam. Seluruh daerah rawan juga diwajibkan mengaktifkan posko siaga terpadu.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa kebakaran berdampak langsung terhadap ketahanan pangan dan energi nasional, karena dapat merusak lahan produktif dan ekosistem pendukung bioenergi.

“Pemerintah tidak akan kompromi terhadap pelanggaran pembakaran lahan. Penegakan hukum akan diperkuat, dan masyarakat sekitar perusahaan harus turut dilibatkan,” tutup Hanif.

Ia menekankan bahwa kolaborasi multipihak adalah kunci, dan kesiapan harus dimulai jauh sebelum api muncul.

“Jangan tunggu api datang baru bergerak. Kita butuh sinergi total untuk menjaga lingkungan tetap lestari dan lahan produktif berkelanjutan,” pungkasnya.

Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *