Gunakan Teknologi OMC, Menteri LHK Sebut Dampak Karhutla Menjadi Perhatian Penting

Menteri LHK

RADARKHATULISTIWA- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Hanif Faisol Nurofiq, menekankan pentingnya langkah serius semua pihak dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kini kembali meluas di sejumlah wilayah Indonesia.

Dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penanganan Karhutla yang digelar di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Pontianak, Jumat (1/8/2025), Hanif memberi perhatian khusus terhadap potensi asap lintas batas (transboundary haze) yang mulai mendekati wilayah perairan Natuna. Ancaman ini, menurutnya, bisa berdampak serius terhadap hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara tetangga.

“Kami sudah mengunjungi beberapa provinsi rawan karhutla seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan kini Kalimantan Barat. Kita patut bersyukur karena eskalasi karhutla tahun ini tidak terjadi serentak di seluruh wilayah,” ujar Hanif.

Ia menyoroti data historis dari 2019 hingga 31 Mei 2025, di mana Kalbar pernah mencatatkan salah satu luasan karhutla tertinggi di Indonesia, terutama saat badai El Nino pada 2019. Saat itu, belum tersedia teknologi Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) secara luas, sehingga Indonesia kehilangan sekitar 1,6 juta hektare lahan akibat kebakaran.

Namun sejak 2023, dengan adanya penerapan sistematis teknologi OMC oleh BMKG dan BNPB, luasan karhutla berhasil ditekan. Meski El Nino 2023 tercatat lebih parah dibanding 2019, area terbakar bisa ditekan menjadi 1,1 juta hektare secara nasional.

Kalbar Tetap Jadi Titik Panas

Meski upaya pengendalian telah dilakukan, Kalbar masih mencatat angka kebakaran yang tinggi. Pada 2023, Kalbar menjadi provinsi dengan luasan karhutla terbesar kedua setelah Kalimantan Selatan.

“Kalsel terbakar sekitar 300 ribu hektare, Kalbar mencapai 100 ribuan. Itu angka yang masih sangat besar,” ujar Hanif.

Berdasarkan data terbaru hingga akhir Juli 2025, luas karhutla secara nasional mendekati 9.000 hektare. Dari jumlah itu, sekitar 1.000 hektare berasal dari Kalbar, menjadikan wilayah ini sebagai pusat perhatian dalam pengendalian karhutla.

Hanif memberikan apresiasi atas upaya cepat Pemerintah Provinsi Kalbar dan para pemangku kepentingan dalam merespons kebakaran, namun ia menekankan bahwa pengendalian masih harus diperkuat.

Perbandingan dengan Riau dan Pentingnya Penegakan Hukum

Sebagai pembanding, Riau saat ini hanya mencatat 50 hektare kebakaran namun telah menetapkan 60 tersangka dan menyegel lebih dari 10 perusahaan. Hal ini dilakukan dengan menerapkan prinsip strict liability—yakni tanggung jawab mutlak perusahaan terhadap kebakaran, baik disengaja maupun tidak.

Untuk mendukung penanganan di Kalbar, dua unit pesawat OMC telah diturunkan oleh BNPB dan BMKG. Hanif menyebut armada ini bahkan lebih unggul dibanding milik provinsi lain.

“Kami bersama Gubernur sudah meninjau langsung kesiapan unitnya. Sekarang tinggal pastikan jam terbangnya diprioritaskan agar penyemaian awan bisa segera dilakukan,” tegasnya.

Instruksi Presiden dan Dampak Internasional

Menteri Hanif juga menegaskan dukungannya terhadap penerapan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 mengenai penegakan hukum terhadap pelaku karhutla. Ia meminta agar seluruh mekanisme hukum—administratif, perdata, hingga pidana—diaktifkan secara maksimal dengan pendekatan multi-door law enforcement oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar.

“Penegakan hukum harus menimbulkan efek jera. Tidak boleh ada pembiaran, baik terhadap individu maupun korporasi,” tegasnya.

Menutup pernyataannya, Hanif menegaskan bahwa isu karhutla tidak lagi bisa dianggap sebagai masalah dalam negeri semata. Asap lintas batas bisa berdampak pada hubungan antarnegara, terutama dengan Malaysia dan Singapura.

“Asap lintas batas menyangkut kredibilitas bangsa. Kami ke sini bukan hanya memberi arahan, tapi memastikan langkah konkret dilakukan. Ini menyangkut kehormatan negara,” pungkasnya.

Menteri LHK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *