RADARKHATULISTIWA- Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI) Kalimantan Barat menyampaikan kritik tajam terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintah pusat. Meski secara prinsip program ini bertujuan meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaannya masih jauh dari ideal dan bahkan menimbulkan sejumlah persoalan baru yang mengganggu sektor-sektor lain.
Ketua DPD GMNI Kalbar, Dheova Situmorang, menegaskan bahwa pihaknya sangat menyayangkan ketimpangan antara idealisme program dan realitas pelaksanaan di daerah.
“Visi MBG sangat mulia dan patut diapresiasi. Namun, pelaksanaannya justru menimbulkan efek domino yang merugikan. Di Kalimantan Barat, kami mencatat dua insiden keracunan makanan MBG di Ketapang dan Kubu Raya. Di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, sebanyak 24 siswa dan satu guru menjadi korban. Sementara itu, data resmi dari Kubu Raya masih belum dirilis ke publik,” ujarnya.
Selain kasus keracunan, GMNI Kalbar juga menyoroti persoalan serius terkait pendanaan. Banyak dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kalbar yang terpaksa tutup karena tekanan anggaran yang tidak realistis. Bahkan, beberapa pengelola dapur mengajukan gugatan hukum karena belum menerima pembayaran dari pemerintah.
Menurut laporan media nasional seperti Kompas dan Tempo, hingga awal Oktober 2025, pemerintah telah menutup sementara 40 dari 45 dapur MBG yang dinilai bermasalah. Penutupan ini dilakukan menyusul status Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan massal di berbagai wilayah, termasuk Kalbar.
Data dari Kementerian Kesehatan melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) mencatat sebanyak 11.660 kasus keracunan makanan MBG secara nasional. Sementara itu, Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap bahwa 10.482 anak menjadi korban langsung dari program yang seharusnya memberikan perlindungan gizi bagi pelajar.
Menanggapi kondisi ini, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk merekrut tenaga koki profesional dan memperketat pengawasan operasional dapur MBG. Meski demikian, GMNI Kalbar menilai langkah tersebut belum menyentuh akar persoalan, terutama terkait tata kelola anggaran, distribusi logistik, dan transparansi di tingkat daerah.
“DPD GMNI Kalbar mendesak agar pengawasan program MBG diperkuat hingga ke level paling bawah. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan agar program ini tidak menjadi beban fiskal nasional dan mengorbankan sektor vital lainnya seperti pendidikan, layanan kesehatan dasar, dan pembangunan infrastruktur pedesaan,” lanjut Dheova.
Ia juga menekankan bahwa keberhasilan program seperti MBG harus melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, lembaga pengawas, organisasi masyarakat sipil, hingga komunitas lokal. Partisipasi kolektif sangat penting agar pelaksanaan program tidak bersifat simbolis atau populis semata, melainkan benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
“Program gizi seperti MBG tidak boleh dijalankan dengan mengorbankan aspek fundamental lainnya seperti kualitas pendidikan, kesejahteraan guru, dan kelengkapan fasilitas belajar. Gizi anak memang penting, tetapi masa depan mereka lebih dari sekadar asupan makanan. Kita juga harus menjamin mereka mendapat pendidikan yang layak,” pungkas Dheova.
